
Ludruk Karya Budaya Mojokerto mendapat undangan dari panitia Festival Bengawan Solo yang diadakan Dinas Pariwisata , Seni dan Budaya Pemkot Surakarta. Berikut laporan kegiatan yang dituturkan Abdul Malik, humas ludruk Karya Budaya kepada wartawan Radar Mojokerto, Khoirul Inayah.
Penampilan Ludruk Karya Budaya dimulai pukul 22.10 wib.Sebelumnya tampil musik Gamelan Bali oleh I Wayan Sadra, Tari piring dari Minangkabau, Tari Denok Deblong dari Semarang.
Tari Remo oleh Cak Soekis membuka panggung Festival Bengawan Solo. Cak Slamet melanjutkan dengan Kidungan Jula Juli. Trio lawak Trubus, Slamet dan Supali membuat sekitar seratusan penonton tertawa terbahak-bahak mendengar humor mereka.
Joko Sambang bercerita tentang masa penjajahan Belanda yang sedang mengadakan pembangungan Jembatan Porong melalui program kerja rodi. Setiap lurah wajib mengirim 10 rakyat untuk kerja rodi. Adalah lurah Bintoro, lurah Gunung Gangsir,satu-satunya lurah yang menolak mengirim rakyat kepada kumpeni.
Sementara itu lurah Abilowo (Cak Muzet) bersama Carik Bargowo (Gawok) sibuk mengatur siasat untuk menjilat kumpeni. Keduanya berinisiatif melaporkan lurah Bintoro agar ditangkap kumpeni. Diam-diam lurah Abilowo menaruh hati pada Sutinah (Ririn) istri lurah Abilowo.
Kumpeni langsung menangkap lurah Bintoro dan memasukkan dalam penjara, berkat laporan lurah Abilowo dan Carik Bargowo.
Sutinah pergi ke rumah orang tuanya, Bapak (Naswan) dan Ibu nya (Yanti) terkejut melihat kehadiran Sutinah. Selanjutnya mereka bertiga mencari Joko Sambang( Cak Mujiadi Zakaria), putra satu-satunya Lurah Bintoro dan Sutinah untuk enyerahkan keris pusaka. Joko Sambang sedang bertapa di pertirtaan Jolotundo di lereng Gunung Penanggungan.
Akhir cerita Joko Sambang berhasil mengusir penjajah Belanda dan membebaskan rakyat dari kerja paksa. Penampilan Trubus dan Slamet sebagai kumpeni sekali lagi membuat penonton terpingkal-pingkal.
Agung Priyo Wibowo, salah satu panitia Festival Bengawan Solo 2007 menyatakan kekagumannya pada gaya lawak trio Slamet, Trubus, Supali.
“Saya semakin yakin bahwa ludruk merupakan benteng kesenian terakhir yang harus di jaga di wilayah Jawa Timur,” katanya.”Usia ludruk Karya Budaya yang telah mencapai 38 tahun juga merupakan pertimbangan khusus dari panitia bagaimana sebuah kelompok kesenian tradisi masih dapat bertahan sampai hari ini.”
Disela-sela pentas, Cak Edy Karya, pimpinan ludruk Karya Budaya, yang saat ini berada di tanah suci--masih mengirim sms menanyakan kabar penampilan Karya Budaya kepada beberapa pemain Karya Budaya.
Pukul 00.30 wib ludruk Karya Budaya menutup penampilan Festival Bengawan Solo malam itu.
Tiga puluh menit kemudian seluruh pemain ludruk Karya Budaya meninggalkan Taman Sriwedari yang telah berusia 106 tahun.
(***)
Penampilan Ludruk Karya Budaya dimulai pukul 22.10 wib.Sebelumnya tampil musik Gamelan Bali oleh I Wayan Sadra, Tari piring dari Minangkabau, Tari Denok Deblong dari Semarang.
Tari Remo oleh Cak Soekis membuka panggung Festival Bengawan Solo. Cak Slamet melanjutkan dengan Kidungan Jula Juli. Trio lawak Trubus, Slamet dan Supali membuat sekitar seratusan penonton tertawa terbahak-bahak mendengar humor mereka.
Joko Sambang bercerita tentang masa penjajahan Belanda yang sedang mengadakan pembangungan Jembatan Porong melalui program kerja rodi. Setiap lurah wajib mengirim 10 rakyat untuk kerja rodi. Adalah lurah Bintoro, lurah Gunung Gangsir,satu-satunya lurah yang menolak mengirim rakyat kepada kumpeni.
Sementara itu lurah Abilowo (Cak Muzet) bersama Carik Bargowo (Gawok) sibuk mengatur siasat untuk menjilat kumpeni. Keduanya berinisiatif melaporkan lurah Bintoro agar ditangkap kumpeni. Diam-diam lurah Abilowo menaruh hati pada Sutinah (Ririn) istri lurah Abilowo.
Kumpeni langsung menangkap lurah Bintoro dan memasukkan dalam penjara, berkat laporan lurah Abilowo dan Carik Bargowo.
Sutinah pergi ke rumah orang tuanya, Bapak (Naswan) dan Ibu nya (Yanti) terkejut melihat kehadiran Sutinah. Selanjutnya mereka bertiga mencari Joko Sambang( Cak Mujiadi Zakaria), putra satu-satunya Lurah Bintoro dan Sutinah untuk enyerahkan keris pusaka. Joko Sambang sedang bertapa di pertirtaan Jolotundo di lereng Gunung Penanggungan.
Akhir cerita Joko Sambang berhasil mengusir penjajah Belanda dan membebaskan rakyat dari kerja paksa. Penampilan Trubus dan Slamet sebagai kumpeni sekali lagi membuat penonton terpingkal-pingkal.
Agung Priyo Wibowo, salah satu panitia Festival Bengawan Solo 2007 menyatakan kekagumannya pada gaya lawak trio Slamet, Trubus, Supali.
“Saya semakin yakin bahwa ludruk merupakan benteng kesenian terakhir yang harus di jaga di wilayah Jawa Timur,” katanya.”Usia ludruk Karya Budaya yang telah mencapai 38 tahun juga merupakan pertimbangan khusus dari panitia bagaimana sebuah kelompok kesenian tradisi masih dapat bertahan sampai hari ini.”
Disela-sela pentas, Cak Edy Karya, pimpinan ludruk Karya Budaya, yang saat ini berada di tanah suci--masih mengirim sms menanyakan kabar penampilan Karya Budaya kepada beberapa pemain Karya Budaya.
Pukul 00.30 wib ludruk Karya Budaya menutup penampilan Festival Bengawan Solo malam itu.
Tiga puluh menit kemudian seluruh pemain ludruk Karya Budaya meninggalkan Taman Sriwedari yang telah berusia 106 tahun.
(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar